Langsung ke konten utama

Ketika Cerita Sandal Jepit Masuk Meja Hijau

Banyak orang yang berteriak, mengapa pencuri sandal jepit sampai dituntut di persidangan? Bukankah harga sepasang sandal jepit itu tidak seberapa? 
Seharusnya kita melihat persoalan ini dengan jernih. Pencuri adalah pencuri. Biarpun hanya mencuri sepasang sandal jepit, pencuri tetaplah harus dihukum. Bagi sebagian orang yang punya penghasilan besar, nilai sepasang sandal jepit tidaklah seberapa. Tetapi bagi mereka yang berpenghasilan pas-pasan, nilai sepasang sandal jepit amatlah besar. Harga sepasang sandal jepit bisa ditukar dengan 2 kilogram beras, dan itu cukup untuk makan sekeluarga selama dua hari.
Jika pencuri sandal jepit tidak dihukum, maka pencuri sandal jepit akan merajalela. Mereka tidak akan takut untuk mencuri, karena tidak ada hukuman untuk mereka. Mereka juga akan berfikir bahwa mencuri sandal jepit bukanlah sebuah kesalahan.
Tindakan polisi yang memperkarakan pencuri sandal jepit ke pengadilan sudah benar. Ini adalah sebuah "shock therapy" untuk memberikan pelajaran kepada pencuri. Pelajaran tersebut adalah; biarpun itu hanyalah sebuah sandal jepit, jika itu bukan milikmu maka janganlah kau ambil. Mencuri itu adalah sebuah kesalahan. Dan kesalahan harus ada ganjaran hukuman.
Ketika akhirnya hakim hanya memberikan hukuman mengembalikan pencuri tersebut kepada orang tuanya untuk dibina, keputusan tersebut rasanya sudah tepat. Mungkin hakim memandang bahwa cukuplah proses pengadilan yang melelahkan menjadi sebuah hukuman untuk pencuri tersebut, dan menjadi pelajaran berharga agar tidak mengulangi kesalahan yang sama untuk kedua kalinya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Pada Suatu Ketika", Film Animasi Transformer Dengan Rasa Indonesia

Sungguh luar biasa. Itulah rasanya kata-kata yang tepat untuk mengapresiasi film animasi karya Lakonanimasi ini. Film buatan anak   Indonesia   ini sangat bagus, dari sisi cerita ataupun gambarnya. Gerakannya sangat halus, tidak kaku sebagaimana film animasi buatan   Indonesia   yang lain. Film ini pun sangat bagus menggambarkan suasana   Indonesia .   Ada   bajaj, sepeda, sepeda motor besar Honda jaman dulu.   Ada   juga pak tua yang sedang makan mi rebus dengan mangkok bergambar ayam warna merah, seperti mangkok yang kebanyakan digunakan oleh penjual mie. Yang lebih salut lagi adalah lagu latarnya, sebuah lagu kasidah berjudul “Perdamaian”. Sayangnya film ini masih berdurasi pendek, versi film panjangnya mungkin keluar tahun 2012. Mudah-mudahan cepat keluar filmnya. Salut buat lakonanimasi. Dua buah jempol patut kita acungkan.

Kitalah Yang Mengubah Indonesia

         Seorang teman menulis di dinding Facebooknya: "Apa yang bisa diharapkan dari Indonesia?" Sebuah pertanyaan pesimis, dan bernada protes. Saya terusik, karena teman yang menulis adalah seorang pegawai negeri, aparatur pemerintah yang diberikan hak dan kewajiban untuk menjalankan fungsi negara. Saya tidak akan terusik, jika yang menulis demikian adalah orang biasa yang berada di luar sistem pemerintahan.          Indonesia adalah sebuah negara, di mana definisi negara adalah suatu wilayah yang didiami oleh sekumpulan orang dan memiliki pemerintahan berdaulat. Jadi sebenarnya Indonesia adalah kita, orang-orang yang mendiami wilayah dari Sabang sampai Merauke, dari Talaud sampai Rote.  Tak peduli apakah ia presiden atau rakyat biasa.           Jika kembali ke pertanyaan apa yang bisa diharapkan dari Indonesia? Sebenarnya pertanyaan itu berbalik arah kepada kita, apa yang bisa diharapkan dari kita.  Karena sebenarnya Indonesia adalah kita, kitalah yang bertanggungjawab

Umat Capres

Saya cuma khawatir umat Islam di Indonesia sekarang bukan lagi umat nabi Muhamad SAW, tapi sudah menjadi umat Prabowo dan umat Jokowi. Lihatlah sekarang, mereka saling hina, saling caci, saling maki, hanya karena berbeda pilihan calon presiden. Padahal mereka sama-sama muslim. Ulama yang berada di fihak Jokowi dihina dan direndahkan oleh pendukung Prabowo, demikian juga sebaliknya. Sayangnya hal ini dilakukan oleh mereka yang taat beragama. Bagaimana mau membangun ukhuwah islamiyah jika hanya gara-gara beda dukungan capres saja sudah mau gontok-gontokan? Yang mau jihad, jihad untuk apa? Jihad untuk membunuh saudara sendiri hanya untuk kepentingan politik, apakah berpahala. Saya malah khawatir yang mati karena jihad politik bukan mati syahid, tapi mati modar. Bukan surga yang didapat, malah neraka jahanam. "Lupakan saja ukhuwah islamiyah. Lupakan juga Islam agama damai. Bahkan lupakan Islam adalah agama kebenaran. Yang penting adalah bagaimana agar capres kita menang"