Mimbar, itulah namanya. Ia diberikan nama demikian karena lahir tepat tengah hari Jumat, ketika khatib mulai menyampaikan khutbah shalat Jumat. Ia buta, tapi bukan sejak lahir. Penyakit ganas merenggut penglihatannya ketika ia berumur enam tahun.
Sekarang ia sudah dewasa, sudah punya istri dan satu anak, dua-duanya sempurna, tidak buta seperti dirinya.
Dulu, ia pernah dijodohkan dengan perempuan yang juga buta, tapi dia menolak. Menurutnya, kalau ia buta dan istrinya juga buta, siapa yang akan memperhatikan anak-anaknya. Ia bersikukuh bahwa Allah akan memberikan jodoh yang terbaik baginya, jika ia rajin berdoa dan berusaha.
Allah maha pengasih dan maha penyayang. Doanya terkabul. Ia mendapat istri seorang gadis yang sangat cantik, sempurna lahir dan batin. Tidak cacat, tidak kurang suatu apapun. Gadis itu mencintainya, benar-benar cinta buta, walaupun gadis itu memiliki penglihatan yang sempurna. Kita tidak pernah tahu apa yang membuat gadis itu jatuh cinta pada pemuda buta. Tapi begitulah Allah menunjukkan ke-Maha Kasih dan ke-Maha Kuasa-anNya.
Tadi, ia memimpin shalat tarawih di masjid kami. Mata kami semua berkaca, kagum dan terharu, bagaimana mungkin seorang yang buta bisa hafal dan fasih melantunkan ayat suci, jauh lebih fasih dari imam yang memimpin shalat tarawih malam-malam sebelumnya.
Begitulah, Allah maha adil. Ia memang tidak bisa belajar ayat suci dari membaca. Tapi ia punya pendengaran dan ingatan yang sangat sempurna, sehingga ia dapat menghafal ayat suci hanya melalui telinga. Saya yakin, hafalan dan kefasihannya jauh melebihi kami semua yang punya fisik sempurna
Allah maha kuasa, semua yang terjadi di dunia hanya atas kehendakNya.
Tulisan ini bukan fiksi, tapi benar-benar terjadi.
Komentar
Posting Komentar