Langsung ke konten utama

Mimbar

Mimbar, itulah namanya. Ia diberikan nama demikian karena lahir tepat tengah hari Jumat, ketika khatib mulai menyampaikan khutbah shalat Jumat. Ia buta, tapi bukan sejak lahir. Penyakit ganas merenggut penglihatannya ketika ia berumur enam tahun.
Sekarang ia sudah dewasa, sudah punya istri dan satu anak,  dua-duanya sempurna, tidak buta seperti dirinya.
Dulu, ia pernah dijodohkan dengan perempuan yang juga buta, tapi dia menolak. Menurutnya, kalau ia buta dan istrinya juga buta, siapa yang akan memperhatikan anak-anaknya. Ia bersikukuh bahwa Allah akan memberikan jodoh yang terbaik baginya, jika ia rajin berdoa dan berusaha.
Allah maha pengasih dan maha penyayang. Doanya terkabul. Ia mendapat istri seorang gadis yang sangat cantik, sempurna lahir dan batin. Tidak cacat, tidak kurang suatu apapun. Gadis itu mencintainya, benar-benar cinta buta, walaupun gadis itu memiliki penglihatan yang sempurna. Kita tidak pernah tahu apa yang membuat gadis itu jatuh cinta pada pemuda buta. Tapi begitulah Allah menunjukkan ke-Maha Kasih dan ke-Maha Kuasa-anNya.
Tadi, ia memimpin shalat tarawih di masjid kami. Mata kami semua berkaca, kagum dan terharu,  bagaimana mungkin seorang yang buta bisa hafal dan fasih melantunkan ayat suci, jauh lebih fasih dari imam yang memimpin shalat tarawih malam-malam sebelumnya.
Begitulah, Allah maha adil. Ia memang tidak bisa belajar ayat suci dari membaca. Tapi ia punya pendengaran dan ingatan yang sangat sempurna, sehingga ia dapat menghafal ayat suci hanya melalui telinga. Saya yakin, hafalan dan kefasihannya jauh melebihi kami semua yang punya fisik sempurna
Allah maha kuasa, semua yang terjadi di dunia hanya atas kehendakNya.

Tulisan ini bukan fiksi, tapi benar-benar terjadi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

09 Juni 2015

Suatu perbuatan baik yang dimulai dengan niat baik akan menghasilkan kebaikan. Tapi suatu perbuatan baik yang tidak diiringi dengan niat baik akan menghasilkan dua hal, yakni kebaikan yang disertai keburukan.

Gardu Dahlan

Seperti kata Sudirman Said, menteri ESDM, harus dibedakan mana kejahatan dan mana kekeliruan. Korupsi, memperkaya diri sendiri itu kejahatan. Dalam kasus gardu PLN yang membuat Dahlan Iskan menjadi tersangka, adakah unsur memperkaya diri sendiri atau memperkaya orang lain dengan cara melanggar hukum? Kalau tidak ada, berarti itu bukan kejahatan. Sungguh disayangkan, para penegak hukum tidak bisa berdiri tegak di atas hukum. Mereka condong, kepada para penjahat yang menginginkan orang-orang yang berjuang untuk kebaikan rakyat disingkirkan. Entahlah...  Salut buat Dahlan Iskan, yang tidak berkoar-koar membela diri dan membentuk opini publik di media massa. Jika mau, tentu hal ini sangat mudah untuk dilakukan, apalagi dia adalah pemilik Jawa Post group, salah satu jaringan media terbesar di Indonesia. Dia lebih memilih diam, bahkan kepada wartawan  media massa miliknya sendiri. Dia hanya menggunakan media website pribadi yakni gardudahlan.com sebagai corong untuk menyampaikan penjelasa

Umat Capres

Saya cuma khawatir umat Islam di Indonesia sekarang bukan lagi umat nabi Muhamad SAW, tapi sudah menjadi umat Prabowo dan umat Jokowi. Lihatlah sekarang, mereka saling hina, saling caci, saling maki, hanya karena berbeda pilihan calon presiden. Padahal mereka sama-sama muslim. Ulama yang berada di fihak Jokowi dihina dan direndahkan oleh pendukung Prabowo, demikian juga sebaliknya. Sayangnya hal ini dilakukan oleh mereka yang taat beragama. Bagaimana mau membangun ukhuwah islamiyah jika hanya gara-gara beda dukungan capres saja sudah mau gontok-gontokan? Yang mau jihad, jihad untuk apa? Jihad untuk membunuh saudara sendiri hanya untuk kepentingan politik, apakah berpahala. Saya malah khawatir yang mati karena jihad politik bukan mati syahid, tapi mati modar. Bukan surga yang didapat, malah neraka jahanam. "Lupakan saja ukhuwah islamiyah. Lupakan juga Islam agama damai. Bahkan lupakan Islam adalah agama kebenaran. Yang penting adalah bagaimana agar capres kita menang"